Hukum ‘Aqiqah : Sunnah atau Wajib ?
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
1. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum ’aqiqah itu sunnah.
Dalil paling kuat yang mereka bawakan adalah hadits ’Amr bin Syu’aib, dari ayahnya,
dari kakeknya bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallambersabda :
من أحب أن ينسك عن ولده فلينسك عنه عن الغلام شاتان مكافأتان وعن
الجارية شاة
“Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka
hendaklah ia menyembelih untuk laki-laki dua kambing yang sama/setara dan untuk
perempuan satu kambing”.[14]
Asy-Syaukani berkata :
وذهب الجمهور من العترة وغيرهم إلى انها .........احتج الجمهور ـ
بقوله صلى اللّه عليه وآله وسلم: "من أحب أن ينسك عن ولده فليفعل"
”Jumhur ulama berpendapat bahwasannya ’atirah dan yang lainnya (termasuk ’aqiqah – Abul-Jauzaa’) hukumnya adalah
sunnah....... Jumhur berhujjah dengan sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wa aalihi wasallam : ” “Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka
hendaklah ia lakukan”.[15]
2. Sebagian ulama mengatakan bahwa ’aqiqah hukumnya wajib bagi mereka yang
mempunyai kelapangan.
Mereka berdalil beberapa hadits, diantaranya :
كل غلام رهينة بعقيقته
مع الغلام عقيقة
Ibnu ’Abdil-Barr berkata :
وقال الشافعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور والطبري العقيقة سنة يجب العمل
بها ولا ينبغي تركها لمن قدر عليها
”Telah berkata Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Ath-Thabariy bahwa
’aqiqah itu merupakan sunnah yang wajib dilakukan dan tidak sepantasnya untuk
ditinggalkan bagi mereka yang memiliki kesanggupan”.[18]
Dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm dan Dhahiriyyah pada umumnya.
Yang rajih menurut kami dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan
bahwa ’aqiqah itu hukumnya wajib bagi mereka yang memiliki kesanggupan.
Perkataan beliaushallallaahu ’alaihi wasallam : ”Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya” adalah
penyerupaan ’aqiqah dengan jaminan dalam pinjaman di tangan orang yang
berpiutang.[19] Penyerupaan sesuatu dengan sesuatu lain yang
dihukumi wajib menunjukkan bahwa sesuatu itu hukumnya juga wajib. Imam Ahmad mengatakan
bahwa hadits ini merupakan hadits yang paling kuat yang diriwayatkan dalam
permasalahan ’aqiqah.
Adapun maksud hadits yang dibawakan oleh jumhur, maka itu tidak menunjukkan
sunnahnya (bukan wajib) pelaksanaan ’aqiqah. Perkataan ” Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya” adalah perkataan yang timbul untuk
menjelaskan tentang perkara yang disebutkan di awal hadits, yaitu dibencinya
istilah ’aqiqah (yaitu perkataan beliau : ”Allah ‘azza wa jalla tidak suka dengan
istilah Al-‘Uquuq/‘aqiiqah” ).
Kemudian, sabda beliau من
أحب (”Barangsiapa
yang ingin”) ini seperti firman Allahta’ala :
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
”(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ’ingin’ beristiqamah/menempuh jalan
yang lurus” [QS. At-Takwiir : 28].
Juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :
إذا أراد أحدكم أن يأتي الجمعة فليغتسل
Tentu saja kita tidak akan memahami bahwa perintah untuk istiqamah/menempuh
lurus dan shalat Jum’at itu hukumnya sekedar sunnah (bukan wajib).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar