Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang sering di tanyakan oleh calon pembeli kambing aqiqah di Al-Amien Aqiqah:
CP: Calon Pembeli
CS: Customer Service
CP: Apa betul harga kambing di Al-Amien Aqiqah ada yang 1.000.000-an?
CS: Betul pak, harga kambing di Al-Amien Aqiqah di mulai dari 1juta-an.
CP: Bukankah harga kambing sekarang paling murah di angka 2juta-an?
CS: Betul pak untuk kambing jawa paling murah 2juta-an.
CP: Lalu kenapa Al-Amien jual dengan sangat murah?
CS: Untuk harga 1juta-an s/d 1.5juta itu kambing domba.
CP: Apakah sah pak melaksanakan aqiqah dengan kambing domba?
CS: Sah pak asal memenuhi syarat.
CP: Apakah Al-Amien menyediakan kambing jawa?
CS: Ya, Kami juga menyediakan kambing jawa yang biasa di sebut kambing super.
CP: Berapa harga kambing super mulai dari terkecil?
CS: Untuk kambing super paling kecil di angka 2juta-an s/d 4.5juta-an.
CP: Apa beda nya kambing super dengan kambing domba?
CS: Sama saja pak, hanya beda di harga saja, karena kambing jawa ukuran lebih besar.
CP: Apakah ada kambing super kecil yang harga nya sama dengan harga kambing domba?
CS: Ada pak, tetapi belum cukup umur untuk memenuhi syarat dalam beraqiqah.
CP: Berapakah umur minimal kambing super untuk memenuhi syarat ber-aqiqah?
CS: Untuk kambing super minimal berumur 2 tahun sedangkan kambing domba di umur 6 bulan sudah memenuhi syarat dalam ber-aqiqah. itulah mengapa kambing domba lebih murah.
CP: Kata orang ada yang menjual kambing lebih murah daripada harga Al-Amien Aqiqah?
CS: Secara harga yang kami tawarkan sudah murah dan bersaing karena kami punya ternak sendiri, kalaupun ada yang lebih murah, kemungkinan kambing tersebut adalah kambing berjenis kelamin betina.
CP: Jika kambing betina lebih murah, berarti kambing yang Al-Amien Aqiqah jual berjenis kelamin jantan?
CS: Ya, betul pak. kambing untuk aqiqah yang kami jual semuanya berjenis kelamin Jantan.
CP: Jika saya memesan kambing betina apakah boleh pak?
CS: Boleh-boleh saja.
CP: Apakah sah dalam melaksanakan aqiqah dengan kambing betina?
CS: Secara syariat sah-sah saja, akan tetapi kambing berjenis kelamin jantan lebih utama.
CP: Mengapa kambing jantan lebih utama?
CS: Kambing jantan lebih di utamakan karena menjaga pengembang-biakan, kalau di wajibkan menggunakan kambing betina, di khawatirkan suatu saat stok kambing berkurang di karenakan kambing betina merupakan bibit untuk perkembang-biakan.
CP: Apakah harga 1juta sudah matang?
CS: Belum pak, harga 1juta merupakan harga mentah, untuk biaya masak kambing 1 juta di tambah 200rbu.
CP: Untuk menu masaknya apa saja pak?
CS: Untuk menu tersedia Gulai, Tongseng, Sate, Semur, Kare, Rendang dan Sop.
CP: 1 ekor kambing dapat berapa menu pak?
CS: Untuk 1 ekor dapat 2 menu masakan yang bisa dipilih antara Gulai dan Sate, Tongseng dan Sate atau 2 menu lainnya.
CP: 1 ekor kambing 1jutaan kira-kira untuk berapa porsi pak?
CS: Untuk 1 ekor kambing 1 jutaan biasa nya untuk ukuran 45 Porsi dengan rincian gulai 45 porsi dan sate 240 tusuk.
CP: Untuk pembelian kambing matang, apakah sudah di bungkus sesuai ukuran 45 porsi tersebut?
CS: Belum pak, untuk pembelian tersebut kami membungkus nya dengan plastik besar yang nanti nya ibu sendiri yang membungkus kecil-kecil di rumah sesuai porsi yang ibu inginkan.
CP: Apakah tidak bisa di bungkus kecil-kecil sekalian pak?
CS: Bisa pak, tetapi di kenakan biaya sebesar 3rbu/bungkus dengan Gulai sudah di Cup, Sate dan acar juga di bungkus plastik.
CP: Kirain sudah sekalian pak, ternyata tidak ya?
CS: Ya begitu pak, untuk prosedur pelayanan kami seperti itu, kecuali ibu pesan dengan nasi box yang mana sudah termasuk kantong plastik kresek dan juga sudah terdapat buku risalah dengan nama ter-aqiqah di dalam box tersebut, jadi sampai di rumah sudah rapi.
CP: 1 ekor kambing 1 jutaan itu kira-kira berat nya berapa kilo pak?
CS: Kira-kira 12kg-15kg bu
CP: Itu sudah termasuk Acar dan Bawang Goreng kan pak?
CS Ya betul bu, harga tersebut sudah termasuk Acar dan Bawang Goreng. juga termasuk Buku Risalah Aqiqah dan Seritifikat sebagai bonus dan kenang2-an.
Al-Amien Aqiqah
Rabu, 26 Oktober 2016
Rabu, 24 Agustus 2016
Harga Hewan Qurban 2016 / 1437H
Berikut ini merupakan prediksi harga Hewan Qurban Tahun 2016 / 1437H
Melayani Pesanan Hewan Qurban
Sebagai Berikut :
Kambing Domba
Harga Mulai 1.2Juta s/d 3.5Juta
Berat Mulai dari 12Kg s/d 35Kg
Kambing Jawa
Harga Mulai 3Juta s/d 6juta
Berat Mulai dari 25Kg s/d 50Kg
Sapi Bali
Harga Mulai 17Juta s/d 25Juta
Berat Mulai dari 275Kg s/d 350Kg
Sapi Putih
Harga Mulai 20Juta s/d 30Juta
Berat Mulai dari 300Kg s/d 450Kg
Sapi Limosin
Harga Mulai 25Juta s/d 75Juta
Berat Mulai dari 350Kg s/d 1.2Ton
Biaya Potong
Kambing Rp 75 Ribu/Ekor
Sapi Rp 600 Ribu/Ekor
Gratis Ongkir (Pengiriman H-2)
Punya rencana untuk meng-aqiqoh kan anak anda???
Lihat Daftar Harga Kambing Aqiqoh/Aqiqah di bawah ini
Lihat Daftar Harga Kambing Aqiqoh/Aqiqah di bawah ini
Proses Aqiqoh/Aqiqah praktis
Silahkan pesan online
sekarang juga
Dapatkan kemudahan dengan memesan Aqiqoh/aqiqah disini.
FREE ONGKIR
FREE BUKU RISALAH
(Buku Risalah yang berisi tuntunan dalam menjalankan Aqiqoh/aqiqah)
Juga berisikan Nama Sohibul Hajat yang di Aqiqoh/aqiqah.
Praktis kan..!!!
DAPATKAN SERTIFIKAT AQIQOH
(Sebagai merchandise yang menyatakan sang sohibul hajat telah di aqiqoh)
Rabu, 15 April 2015
Minggu, 22 Februari 2015
Jenis Hewan untuk ‘Aqiqah
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama pendapat tentang masyru’-nya kambing atau domba untuk
‘aqiqah. Boleh dari jenis jantan ataupun betina. Hal ini didasarkan oleh hadits :
عن أم كرز قالت سمعت
النبي صلى الله عليه وسلم يقول : عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم
أذكرانا كن أم إناثا
Dari Ummu Kurz ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ’alaihi wasallambersabda : ”Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak
perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing
jantan atau betina”.[28]
Namun mereka berselisih pendapat tentang jenis hewan selain kambing atau
domba (misalnya : onta atau sapi).
1. Jumhur ulama membolehkannya.
Mereka berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya :
أن أنس بن مالك كان يعق عن بنيه الجزور
”Bahwasannya Anas bin Malik mengaqiqahi dua anaknya dengan onta”.[29]
عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من ولد له غلام
فليعق عنه من الإبل أو البقر أو الغنم
Dari Anas bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikaruniai seorang anak laki-laki, hendaklah ia beraqiqah
dengan onta, sapi, atau kambing”.
Mereka (jumhur) juga beralasan bahwa makna syaatun (شاة) dalam bahasa Arab bisa bermakna domba, kambing,
sapi, unta, kijang, dan keledai liar.
2. Sebagian ulama tidak membolehkannya, bahkan mereka menyatakan tidak sah
’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba.
Dalil mereka adalah dalil-dalil yang telah disebutkan pada pembahasan di
atas yang semuanya menyebut dengan istilah domba atau kambing. Selain itu,
mereka juga berdalil dengan atsar berikut :
عن يوسف بن ماهك قال دخلت أنا وبن مليكة على حفصة بنت عبد الرحمن بن
أبي بكر وولدت للمنذر بن الزبير غلاما فقلت هلا عققت جزورا على ابنك فقالت معاذ
الله كانت عمتي عائشة تقول على الغلام شاتان وعلى الجارية شاة
Dari Yusuf bin Maahik ia berkata : ”Aku dan Ibnu Mulaikah masuk menemui
Hafshah binti ’Abdirrahman bin Abi Bakr yang saat itu sedang melahirkan anak
dari Mundzir bin Az-Zubair. Aku pun berkata : ’Mengapa engkau tidak menyembelih
seekor onta untuk anakmu ?’. Ia pun menjawab : ’Ma’aadzallah (aku berlindung kepada Allah) ! Bibiku, yaitu ’Aisyah, pernah berkata :
”Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor
kambing”.[31]
عن عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَرْدٍ الْمَكِّيُّ قَالَ سَمِعْت ابْنَ
أَبِي مُلَيْكَةَ يَقُولُ { نُفِسَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ
غُلَامٌ فَقِيلَ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ عُقِّي عَنْهُ جَزُورًا
فَقَالَتْ مَعَاذَ اللَّهِ وَلَكِنْ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ }
Dari ’Abdil-Jabbar bin Ward Al-Makkiy ia berkata : Aku mendengar Ibnu Abi
Mulaikah berkata : ”Ketika anak laki-laki ’Abdurrahman bin Abi Bakr lahir, ditanyakan
kepada ’Aisyah : ’Wahai Ummul-Mukminin, apakah boleh seorang anak laki-laki
di-’aqiqahi dengan seekor onta ?’. ’Aisyah menjawab : ’Ma’aadzallah,
akan tetapi sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Dua ekor kambing yang setara/sama’”.[32]
عن أم كرز وأبي كرز قالا نذرت امرأة من آل عبد الرحمن بن أبي بكر إن
ولدت امرأة عبد الرحمن نحرنا جزورا فقالت عائشة رضى الله تعالى عنها لا بل السنة
أفضل عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة
Dari Ummu Kurz dan Abu Kurz, mereka berdua berkata : ”Telah bernadzar
seorang wanita dari keluarga ’Abdurrahman bin Abi Bakr jika istrinya melahirkan
anak, mereka akan menyembelih seekor onta. Maka ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa berkata : ”Jangan, bahkan yang disunnahkan
itu lebih utama. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan
seekor kambing”.[33]
Dari dua pendapat di atas, yang rajih menurut kami adalah pendapat kedua
yang menyatakan ketidakbolehan ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba.
Walaupun telah shahih riwayat dari Anas radliyallaahu ’anhu bahwasannya ia menyembelih onta, namun itu tidak dapat dipertentangkan
dengan hadits-hadits Nabi shallallaahu ’’alaihi wasallam yang semuanya menyebutkan atau membatasi pada jenis kambing atau domba
saja. Apalagi telah shahih pengingkaran ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa tentang hal itu. ’Aqiqah merupakan satu
bentuk ibadah yang dalam pelaksanaannya bersifattauqifiyyah (berdasarkan
nash). Termasuk di dalamnya adalah dalam penentuan jenisnya. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tidak beraqiqah dengan selain kambing/domba,
tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula memberikantaqrir (persetujuan) kepada para shahabat. Oleh karena itu, sunnah beliau shallallaau ’alaihi wasallam tidaklah bisa dibatalkan oleh ijtihad Anas
bin Malik radliyallaahu ’anhu. Wallaahu
a’lam.
Adapun alasan bahwa secara bahasa syaatun itu bisa bermakna pada selain kambing, maka jawabannya : ”Pada asalnya kata syaatun itu jika diucapkan secara mutlak, maka tidak ada makna lain kecuali
kambing. Adapun makna selain kambing, maka ia adalah makna secara majazy yang
hanya bisa dipakai jika ada qarinah (keterangan) yang menunjukkan pada makna
tersebut. Oleh karena itu, Ibnul-Mandzur dalamLisaanul-’Arab berkata : ”Syaat adalah bentuk tunggal dari kambing, baik
jantan maupun betina. Dikatakan : Syaat adalah domba, kambing, kijang, sapi, onta, dan keledai liar”.
Al-Hafidh berkata :
ويذكر الشاة والكبش على أنه يتعين الغنم للعقيقة.... وعندي أنه لا
يجزئ غيرها
”Dan disebut asy-syaatun dan al-kabsyun adalah untuk menentukan jenis kambing untuk ‘aqiqah..... Dan menurutku,
tidak boleh (untuk ’aqiqah) selain dari jenis kambing”.[34]
Jumlah Hewan ’Aqiqah untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan
Sesuai dengan hadits-hadits yang telah disebutkan, ’aqiqah untuk anak
laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.
Shiddiq Hasan Khan menukil kesepakatan bahwasannya ’aqiqah untuk anak
perempuan adalah satu kambing.[35] Namun klaim ijma’ dari beliau ini perlu
ditinjau kembali karena Ibnu ’Abdil-Barr mengatakan bahwa Al-Hasan dan Qatadah
berpendapat bahwa anak perempuan tidak perlu di-’aqiqahi.[36] Pendapat yang ternukil dari Al-Hasan dan
Qatadah ini tidak perlu untuk diperhatikan karena telah sah dalam banyak hadits
bahwasannya anak perempuan pun disyari’atkan untuk di-’aqiqahi dengan satu ekor
kambing.
Adapun untuk anak laki-laki, maka para ulama berbeda pendapat. Shiddiq
Hasan Khan menjelaskan sebagai berikut : ”Jumhur ulama mengatakan bahwa ’aqiqah
bagi anak laki-laki adalah dengan dua ekor kambing. Imam Malik berkata : Satu
ekor kambing.[37] Al-Mahalliy : ’Kesimpulannya, asal dari sunnah ’aqiqah untuk anak laki-laki adalah satu
ekor kambing. Namun kesempurnaan dari sunnah tersebut, yaitu dua ekor
kambing’”.[38]
Kami katakan, yang lebih tepat adalah dhahir pendapat jumhur ’ulamaa, yaitu
yang disyari’atkan ’aqiqah bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing. Ini
adalah asal dari perintah sekaligus menunjukkan kesempurnaannya.
Bolehkah Menyembelih Satu Ekor Kambing untuk Anak Laki-Laki ?
Sebagian ulama membolehkannya dengan dasar perbuatan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahkan Al-Hasan dan Al-Husain dengan
seekor kambing.
عن بن عباس : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين
كبشا كبشا
Dari Ibnu ’Abbas : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan
seekor kambing”.
Namun, ada pembicaraan mengenai riwayat di atas. Berikut perinciannya :
1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2841, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir 11/316 no. 11856, Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa no. 911 dan 912, Ath-Thahawiy dalam Al-Musykiil 1/457, Al-Baihaqi 9/302, Ibnu ’Abdil-Barr dalam At-Tamhiid 4/314 serta Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/530 melalui jalur ’Abdul-Waarits bin Sa’id, dari Ayyub, dari’Ikrimah,
dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. ’Abdul-Waarits ini dikuatkan oleh dua riwayat berikut :
2. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/116 melalui jalur Ya’la bin ’Ubaid, dari Ayyub, dari Sufyan, dari
’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhumasecara marfu’. Akan tetapi sanad ini lemah karena adanya sisipan Sufyan
antara Ayyub dan ’Ikrimah. Yang shahih, Ayyub menerima riwayat dari ’Ikrimah
(tanpa melalui perantara Sufyan), dari Ibnu ’Abbas sebagaimana disebutkan pada
jalur yang pertama.
3. Diriwayatkan pula oleh Al-Khaathib dalam At-Taarikh 10/no. 5302 dari jalur Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy, dari Ayyub, dari
’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma secara marfu’. Nama Hafsh bin Muhammad Al-Bashriy dalam rantai sanad ini
adalah keliru. Yang benar adalah Hafsh bin ’Umar Al-Bashriy. Adz-Dzahabi dalamAl-Mizaan 1/567 no. 2158 (tahqiq : ’Ali Muhammad Al-Bajawiy) berkata :
حفص بن عُمر، بصري. عن أيوب السختياني في العقيقة. قال الأزدي : منكر
الحديث
”Hafsh bin ’Umar Al-Bashriy, dari Ayyub
As-Sikhtiyaaniy dalam hadits ’aqiqah. Berkata Al-Azdiy : Munkaarul-hadits”.
Dikarenakan dua riwayat penguat ‘Abdul-Waarits itu tidak shahih, maka
yang tersisa hanyalah jalur pertama saja, yaitu ‘Abdul-Waarits bin Sa’id, dari
Ayyub, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’. Inilah yang dapat
dipegang.
Jalur ini pun tidak luput dari penyakit. ’Abdul-Warits menyelisihi banyak
perawi – diantara mereka ada yang lebih kuat daripadanya – dalam hal
kebersambungan sanadnya.
Ibnul-Jarud berkata :
رواه الثوري وابن عيينة
وحماد بن زيد وغيرهم عن أيوب لم يجاوزوا به عكرمة
”Diriwayatkan oleh Ats-Tsauriy, Ibnu ’Uyainah, Hammad bin Zaid, dan yang
lainnya, dari Ayyub, dari ’Ikrimah secara mursal”.[39]
Hammad bin Zaid statusnya lebih kuat daripada ’Abdul-Warits untuk riwayat
yang berasal dari Ayyub.
’Abdurrazzaq dalam kitab Al-Mushannaf no. 7962
meriwayatkan dengan sanad mursal :
عن معمر والثوري عن أيوب
عن عكرمة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عق عن حسن وحسين كبشين
Dari Ma’mar dan Ats-Tsaury, dari ’Ikrimah : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Hasan dan Husain dengan dua
ekor kambing kibasy”.
Muhammad bin ’Abdil-Qadir ’Atha’ – pentahqiq kitab As-Sunan Al-Kubraa lil-Baihaqi – ketika mengomentari hadits ’aqiqah Al-Hasan
dan Al-Husain di atas menyebutkan perkataan Abu Hatim bahwasannya riwayat dari
’Ikrimah dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam secara mursal itu lebih shahih.[40] Perkataan Ibnu Abi Hatim secara lengkap
adalah sebagai berikut :
وسألت أبي عن حديث رواه
عبد الوارث، عن أيوب، عن عكرمة، عن ابن عباس : أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
عَقَّ عَنِ الْحُسَين والْحَسَن كَبْشَتَين ؟ قال أبي : هذا وهم؛ حدثنا أبو معمر،
عن عبد الوارث، هكذا. ورواه وُهَيب، وابن عُلَيَّة، عن عِكرمة، عن النبي صلى الله
عليه وسلم، مُرسَلٌ. قال أبي : وهذا مُرسَلً، أَصَحُّ
”Aku bertanya kepada ayahku tentang hadits yang diriwayatkan
’Abdul-Waarits, dari Ayyub, dari ’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas : ”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Husain dan
Al-Hasan dengan dua ekor kambing ?”. Ayahku
berkata : ”Ini keliru. Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar, dari
’Abdul-Waarits dengan sanad ini. Dan diriwayatkan oleh Wuhaib dan Ibnu
’Ulayyah, dari ’Ikrimah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam dengan sanad
mursal”. Ayahku berkata : ”Sanad mursal ini lebih shahih”.[41]
Kesimpulannya, sanad hadits ini yang shahih adalah mursal.
Selain itu, riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallammeng-’aqiqahi
Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan seekor kambing, bertentangan dengan
riwayat lain yang dibawakan oleh An-Nasa’i (no. 4219) dari jalur Qatadah, dari
’Ikrimah, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma :
عق رسول الله صلى الله
عليه وسلم عن الحسن والحسين رضي الله عنهما بكبشين كبشين
Dari Ibnu ’Abbas ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain radliyallaahu ’anhuma masing-masing dengan dua ekor kambing
kibasy”.
Sanad hadits ini dla’if karena ’an’anah dari Qatadah.
Riwayat An-Nasa’i ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim
(4/237) melalui jalur Siwaar Abi Hamzah, dari ’Amr bin Syu’aib, ayahnya, dari
kakeknya :
أن النبي صلى الله عليه
وعلى اله وسلم عق عن الحسن والحسين عن كل واحد منهما كبشين اثنين مثلين متكافيين
”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wa aalihi wasallam meng-’aqiqahi
Al-Hasan dan Al-Husain masing-masing dengan dua ekor kambing kibasy yang sama
dan setara”.
Sanad hadits ini dla’if karena Siwaar Abu Hamzah adalah dla’if (sebagaimana
dikatakan oleh Adz-Dzahabiy). Namun, ia layak digunakan sebagai syaahid.
Ada hadits serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 5309 melalui jalur
Ibnu Wahb, dari Jarir bin Haazim, dari Qatadah, dari Anas bin Malik :
عق رسول الله صلى الله عليه
وسلم عن حسن و حسين بكبشين. ذكر البيان بأن قول أنس : بكبشين أراد به عن كل واحد
منهما
”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mengaqiqahi Hasan dan Husain dengan dua ekor
kambing kibasy”. Disebutkan penjelasan bahwa maksud perkataan Anas ”dengan dua
ekor kambing kibasy” adalah masing-masing dari mereka (dua ekor).
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Al-Musykil 1/456, Abu Ya’laa no. 2945, Al-Bazzaar no. 1235, dan Al-Baihaqi 9/299 dari
beberapa jalan Ibnu Wahb dengan sanad ini. Mengenai sanad ini; Ahmad bin Hanbal
yang dinukil oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtaarah, Ibnu Ma’in dalam Al-’Ilal karya ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (no. 3912), dan Ibnu ’Adiy dalam Al-Kaamil (2/130) semuanya menyimpulkan bahwa riwayat Jarir bin Haazim dari Qatadah
adalah lemah. Juga, sanad hadits ini sebenarnya mursal. Ibnu Abi Hatim berkata
:
وسألتُ أبي عن حديث ابن
وهب، عن جَرير ابن حازم، عن قتادة، عن أنس قال : عَقَّ رسول الله صلى الله عليه
وسلم عن الحسن والحُسَين بكبشين ؟. قال أبي : أخطأ جرير في هذا الحديث؛ إنما هو :
قتادة، عن عِكرمة قال : عَقَّ رسول ٰلله صلى الله عليه وسلم مُرسَل
Aku bertanya kepada ayahku tentang hadits Ibnu Wahb, dari Jarir bin Haazim,
dari Qatadah, dari Anas ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan
dua ekor kambing kibasy ?”. Ayahku berkata : ”Jarir telah salah dalam hadits
ini. Sesungguhnya sanad hadits tersebut adalah : Qatadah, dari ’Ikrimah ia
berkata : ’ Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam meng-’aqiqahi...’ ; secara mursal”.[42]
Riwayat ini juga belum lepas dari ’an’anah Qatadah. Walhasil, hadits ini pun statusnya dla’if mursal.
Akan tetapi, secara keseluruhan, riwayat yang menyatakan ’aqiqah Al-Hasan
dan Al-Husain masing-masing dengan dua ekor kambing dapat terangkat. Minimal
berderajat hasan.[43] Apalagi hadits tersebut sesuai dengan
keumuman peng-’aqiqahan bagi seorang anak laki-laki dengan dua ekor kambing.
Menyembelih dua ekor kambing dalam syari’at ’aqiqah inilah yang sesuai
dengan sunnah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.
Hukum ‘Aqiqah : Sunnah atau Wajib ?
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
1. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum ’aqiqah itu sunnah.
Dalil paling kuat yang mereka bawakan adalah hadits ’Amr bin Syu’aib, dari ayahnya,
dari kakeknya bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallambersabda :
من أحب أن ينسك عن ولده فلينسك عنه عن الغلام شاتان مكافأتان وعن
الجارية شاة
“Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka
hendaklah ia menyembelih untuk laki-laki dua kambing yang sama/setara dan untuk
perempuan satu kambing”.[14]
Asy-Syaukani berkata :
وذهب الجمهور من العترة وغيرهم إلى انها .........احتج الجمهور ـ
بقوله صلى اللّه عليه وآله وسلم: "من أحب أن ينسك عن ولده فليفعل"
”Jumhur ulama berpendapat bahwasannya ’atirah dan yang lainnya (termasuk ’aqiqah – Abul-Jauzaa’) hukumnya adalah
sunnah....... Jumhur berhujjah dengan sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wa aalihi wasallam : ” “Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya, maka
hendaklah ia lakukan”.[15]
2. Sebagian ulama mengatakan bahwa ’aqiqah hukumnya wajib bagi mereka yang
mempunyai kelapangan.
Mereka berdalil beberapa hadits, diantaranya :
كل غلام رهينة بعقيقته
مع الغلام عقيقة
Ibnu ’Abdil-Barr berkata :
وقال الشافعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور والطبري العقيقة سنة يجب العمل
بها ولا ينبغي تركها لمن قدر عليها
”Telah berkata Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Ath-Thabariy bahwa
’aqiqah itu merupakan sunnah yang wajib dilakukan dan tidak sepantasnya untuk
ditinggalkan bagi mereka yang memiliki kesanggupan”.[18]
Dan ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm dan Dhahiriyyah pada umumnya.
Yang rajih menurut kami dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan
bahwa ’aqiqah itu hukumnya wajib bagi mereka yang memiliki kesanggupan.
Perkataan beliaushallallaahu ’alaihi wasallam : ”Setiap anak tergadai dengan ’aqiqahnya” adalah
penyerupaan ’aqiqah dengan jaminan dalam pinjaman di tangan orang yang
berpiutang.[19] Penyerupaan sesuatu dengan sesuatu lain yang
dihukumi wajib menunjukkan bahwa sesuatu itu hukumnya juga wajib. Imam Ahmad mengatakan
bahwa hadits ini merupakan hadits yang paling kuat yang diriwayatkan dalam
permasalahan ’aqiqah.
Adapun maksud hadits yang dibawakan oleh jumhur, maka itu tidak menunjukkan
sunnahnya (bukan wajib) pelaksanaan ’aqiqah. Perkataan ” Barangsiapa yang ingin menyembelih karena kelahiran anaknya” adalah perkataan yang timbul untuk
menjelaskan tentang perkara yang disebutkan di awal hadits, yaitu dibencinya
istilah ’aqiqah (yaitu perkataan beliau : ”Allah ‘azza wa jalla tidak suka dengan
istilah Al-‘Uquuq/‘aqiiqah” ).
Kemudian, sabda beliau من
أحب (”Barangsiapa
yang ingin”) ini seperti firman Allahta’ala :
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
”(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ’ingin’ beristiqamah/menempuh jalan
yang lurus” [QS. At-Takwiir : 28].
Juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :
إذا أراد أحدكم أن يأتي الجمعة فليغتسل
Tentu saja kita tidak akan memahami bahwa perintah untuk istiqamah/menempuh
lurus dan shalat Jum’at itu hukumnya sekedar sunnah (bukan wajib).
Langganan:
Postingan (Atom)